Tuesday, September 22, 2009

Irfan Handeputra - Hiphop Indonesia: Sebuah Industri atau Sebuah Mimpi?

Melihat industri musik Indonesia saat ini itu seperti melihat gerbong kereta api yang sedang melaju di depan kita, hanyalah rentetan gerbong-gerbong yang mirip dan berulang. Musisi-musisi yang muncul pun demikian, hanyalah rentetan musisi yang mirip dengan apa yang telah sukses beberapa waktu sebelumnya. Akan tetapi, beberapa pihak telah mencoba untuk keluar dari gerbong ini dan mencoba jalur musik yang telah lama ada, yaitu musik Hip-Hop.
Geliat tumbuhnya minat pasar terhadap musik Hip Hop ini terlihat menarik lembaga pengarah artis Republik Cinta Management (RCM). Setelah sukses melejitkan musisi baru seperti Mulan Jameela, Andra & The Backbone dan MahaDewi, mereka menggaet dua rapper, Irwan Suwandi dan Amank Syamsu.

Sejauh ini, RCM telah menyandingkan mereka dengan artis lainnya. Keduanya menemani vokal MahaDewi dengan rap di empat buah lagu dalam album "Dewi Cinta". The Law sendiri muncul di lagu The Rock dan beberapa remix lagu lawas Dewa19. RCM melibatkan mereka pada berbagai tur di Indonesia dan Malaysia, sementara dalam acara musik peringatan kemerdekaan RI Agustus lalu di Sydney, The Law turut bersama artis RCM lainnya menghibur orang Indonesia yang menetap di sana.

Irwan "The Law" Suwandi sendiri sebenarnya sudah tergolong "pemain lama" dalam tataran komunitas. Pada akhir tahun 1990-an pernah tergabung dalam sebuah grup yang mengisi album kompilasi Pesta Rap yang meledak kala itu. Sesudah menurunnya minat pasar pada musik rap di awal 2000an, simpatisan Dewa 19 ini berhenti. Untuk sementara waktu, ia menjadi produser musik yang membantu menyediakan musik demo bagi rapper pemula. Kini Irwan tengah menyelesaikan album pertamanya dibawah kontrak tiga tahun RCM, untuk dua album. "Saya juga sempat ngobrol-ngobrol dengan mas Dhani, dia rencananya mau bikin kompilasi lagi, tapi musik rap."

Tentu bicara tentang Hip Hop di Indonesia, kita tak boleh mengesampingkan komunitas yang ada di dalamnya.

Sebagai tambahan, menurut The Law dan Amank, Justru seiring menurunnya minat pasar terhadap Hip Hop di awal dekade 2000, komunitas Hip Hop banyak muncul dan tersebar di pelosok Indonesia. Bergerak pada tataran bawah tanah, komunitas ini berpusat di kota-kota besar yang memanfaatkan perkembangan teknologi musik digital dan internet untuk kemudahan produksi dan berkomunikasi satu sama lain. Acara demi acara dilangsungkan dari dan untuk anggota komunitas dengan nama berbeda, yang sebagian besar mengusung unsur kedaerahan.

Alasan Irwan bergabung dengan RCM, adalah agar musiknya dapat dibungkus bagus dan terjual kepada masyarakat luas -sesuatu yang sulit terjadi bila ia masih bersikeras di tataran komunitas. "Kalau komunitas rap pasti di situ-situ aja. Kalau bikin album hiphop yang beli, ya anak hiphop."

Ia dan Amank menambahkan bahwa sekarang memang banyak bibit musisi Hip Hop Indonesia yang potensial, namun pada akhirnya berhenti karena tidak tahu cara menjualnya. "Kalau sesuatu (musik) dibuat bagus, orang pasti akan denger, Tapi tidak cuma sampai di situ. Dipasarinnya juga harus bagus. Dimanage juga harus bagus," begitu menurut The Law perihal bagaimana harusnya musik rap dibawa.

Citra bahwa produk dari komunitas rap yang tidak professional dan tidak diatur dengan baik, seakan dijawab oleh berdirinya Platinum Music (PM) di Jakarta.

Berbeda dengan RCM yang sepenuhnya berangkat dari orientasi bisnis, PM lahir dari kecintaan dan hobi terhadap budaya urban asal Amerika Serikat ini. Hip Hop menurut mereka, lebih dari sekedar rap, dapat berbentuk wacana puitis untuk menyatakan isi pikiran.

Ketiga pendiri perusahaan rekaman dan manajemen artis ini, Yudha, Dimas dan Taufan bercita-cita mengangkat bakat-bakat asal komunitas dan ke muka publik di Indonesia. "Kita gak peduli backgroundnya seperti apa," menurut salah satu produser PM, Yudha. "Selama bakatnya terbilang luar biasa, PM akan menggaet mereka," tegasnya.

Selain menggaet artis independen yang sudah ternama, PM juga menggelar audisi pencarian bakat. Antusiasme anggota komunitas terlihat dari jumlah peserta yang banyak. "Di Jakarta, yang dateng 20-25 grup. Yang luar biasa di Bandung, itu proses hanya dua hari dengan promosi radio-suratkabar sama komunitas, itu yang dateng sekitar 300 orang atau sekitar 38 grup," jelas Yudha.

Distribusi PM sendiri terbilang agak berbeda. Selain melalui toko rekaman, mereka condong memasarkan musik mereka secara hand-to-hand. Yudha juga menjelaskan bahwa penggemar setia artis-artis mereka juga akan menjadi target pasar yang sangat penting, selain penjualan yang menyasar pendengar berusia 15-30 tahun.

PM pun turut memanfaatkan dampak internet dengan memasarkan lewat outlet media populer seperti Facebook, Twitter, Reverbnation, Imeem, Myspace, Kaskus. Diakui PM bahwa memang mereka lebih konsentrasi pada penjualan RBT. "Kita melihat kenyataan aja, penjualan CD sekarang jatuh. Beda dengan RBT yang orang denger, terus cari," sambut Yudha.

Untuk mendukung artis-artis yang mereka kontrak, PM memberikan dorongan yang terbilang luar biasa untuk sebuah perusahaan rekaman yang masih muda. "PM itu mungkin, yang pertama kali ya, kita ga pernah men-charge artis kita." tutur Yudha. "Baik itu untuk rekaman, proses mixing, bahkan tiket dan akomodasi bagi artis asal luar Jakarta sepenuhnya ditanggung oleh PM. Kita juga ngurusin masalah kostum dan latihan."

"Mereka memang benar Professional," sergah Andari, rapper yang dinaungi PM. "Mulai dari kita proses recording albumnya selama ini, saya baru tau gimana lagu saya diubah sama produser yang kerjanya sama Warren G. Buat saya sebagai rapper itu suatu kehormatan." Menurut artis bernama panggung Ndeesaster ini, PM juga mampu membuat musisi yang belum punya album seperti dirinya dapat banyak kesempatan manggung, termasuk di acara besar seperti Earth Fest tahun lalu.

Kehadiran Greg Satriano yang disinyalkan Andari, memang menandakan keseriusan lainnya yang ditunjukkan PM. Mereka menggunakan Greg karena ingin standar musik mereka dapat merujuk nama mereka Platinum, "better than gold", menurut Yudha.
Produser asal West Coast amerika yang sebelumnya juga telah bekerja dengan Snoop Dogg, dan Lil' John ini, akan membantu PM mengerjakan proses album kompilasi siap rilis mereka, Hip Hop United.

Album ini akan hadir untuk memperkenalkan penggiat-penggiat tenar dari komunitas Hip Hop di Indonesia, yang PM pilih untuk dipertemukan pada pasar pendengar. Tantangan terbesarnya menurut mereka adalah, banyak artis-artis yang sudah terkenal sebelumnya lebih mengikuti selera pasar, yakni bercampur pop dan dangdut. "Kami Ingin coba bawa hip hop yang masih bisa didengar, tapi tetap Hip Hop," seru Andari, yang mengusung musik Alternative Hip Hop ini.

"Intinya melawan arus. Kita juga tidak terlalu ekstrim, idealis untuk bawa lagu hiphop underground ato apalah. Kita pengen diterima dulu di masyarakat," tambah Yudha, yang menerangkan bahwa di isi album ini akan ada silang dengan berbagai musik seperti Rock, Jazz, Funk, Downtempo dan Lounge

PM akan melepas album Hip Hop United setelah bulan Ramadhan. Selaras nama albumnya, "United", PM mengajak mengajak para penggiat musik Hip Hop bersama-sama menggebrak permukaan, dibandingkan jalan sendiri-sendiri, seperti filosofi lidi.

Keoptimisan ini didasari sambutan terhadap musik Hip hop belakangan ini. "Artis hiphop kita (Indonesia) naik. Bisa jadi kedepannya Hip Hop naik semua. Soalnya dimana-mana Hip Hop nomer satu tangga lagu, Singapore, Hongkong, Beijing, Thailand. Sesuatu yang mungkin," sebutnya.

Dengan semangat seperti ini, mungkinkah para musisi dari komunitas Hip Hop bangkit menggebrak permukaan seperti pertengahan dekade 90 lalu? Just wait and see!
http://www.theifmedia.com/article/view/hiphop-indonesia

No comments: